Aku dan Ami memasuki ruangan guru yang full ac. Computer, laptop, air minum, kulkas, dan kursi yang empuk tersedia semua. ‘pantesan guru lebih betah dikantor ketimbang mengajar muridnya yang sebagian besar pembuat onar’ pikirku setiap memasuki kantor guru. Ami langsung menuju ke meja pak Sur yang sibuk mempersiapkan yang ia bawa dari sekolah, terlihat koper besar disamping beliau. Aku bersegera ke meja ustazdah Nurul, tetapi seperti ada seorang anak yang sedang bicara dengan ustazdah Nurul.
Dengan sopan aku permisi dan memberikan tugasnya pada ustazdah Nurul, namun ketika aku ingin berpamitan ustazdah Nurul menahanya. Aku sempat bingung tapi aku segera sadar maksud dari itu.
“Kiki ini Ze, Ze ini Kiki. Kiki Ze ini anak baru dia sekelas denganmu tolong tunjukan dia letak kelas, kantin, kamar mandi dan laboratorium!”, Perintah ustazdah padaku.
“Rizki Oktaviani, panggil aja Kiki”, Aku mengenalkan diri pada Ze.
“Thank’s, panggil aja aku Ze”, jawab Ze. Dengan reaksi wajah kaget dan seperti melawan kekagetannya itu, menurutku.
Darah ku seketika berdesir. Aku nggak tau kenapa? Aku ngerasa kenal ‘lama’ sama dia.
--------000--------
Aku mengenalkan Ami pada Ze, kami bertiga pun menuju ke kelas bersama. Ditengah perjalanan, aku merasa di tatap dengan tatapan heran, well aku sendiri nggak tau kenapa, tapi dengar-dengar mereka bilang aku dan Ze mirip masa’?.
Ketika dikelas, Andra, sahabatku dan Ami, yang juga anak binaan namun dibidang matematika, menyambut mereka. Kami menyebut diri kami Three musketeers namun anak lain menyebut kami geng kuper. kami bertiga bersahabat dari sd karena sering bertemu di lomba-lomba dan kebetulan kami bertiga masuk di smp yang sama. Karena di anggap anak-anak aneh tidak ada yang mau beretman dengan kami jadi kalu duduk kami selalu bergantian pasangan.
“Ki, hari ini kamu yang giliran duduk sendiri atau kamu duduk sama orang itu?” tanya Andra sambil menunjuk Ze.
Aku pun duduk bersama Ze, sedang di bangku depan ada Andra dan Ami. Ternyata kami berangkat pagi sehingga tidak ada satu pun anak selain kami di kelas. Pertama kami semua tegang namun Andra mencairkan suasana dengan menyakan seluk beluk Ze kepada kami.
“Aku asli Indonesia tepatnya Bogor tapi waktu aku umur 3 tahun orang tua ku pindah ke Australia. Sebenarnya aku berat ninggalin Bogor waktu itu karena aku punya seorang sepupu perempuan yang sangat ku sayangi”, jelas Ze panjang lebar.
“oohhhh………”, kami bertiga hanya berohhh panjang.
Tiba-tiba, Nadine dan kawan-kawan datang.
“The problem has come!”, bisik Ami.
Dan menghampiri mereka, dengan wajah kaget. Wajah yang kaget lihat Ze yang cukup manis kalau boleh sih bisa di bilang tampan.
“Astaga, kamu Ze, anak baru dari Australia?”, heboh Nadine,”tampangnya boleh juga!” bisik Nadine pada Mei-mei, berteman dengan Nadine karena ingin populer. Mei-mei hanya tersenyum dan mengangguk setuju.
“Kenalin namaku Nadine, Nadine klasikafela, anak ketua komite disini”, Nadine mengenalkan dirinya,”dan aku ketua cheers, kamu dari Australia kan? Taukah kamu? Aku sudah 6 kali liburan ke sana! Aku harus tau siapa namamu?”
Ami, Andra, dan aku hanya menghembuskan nafas. Sedangkan Ze kaget karena langsung di hampiri oleh Nadine, sebenarnya sih takut karena walau cantik Nadine punya aura-aura nenek sihir.
“N.nnn…namaku Ze, …”,
“Ohh Ze ya?, eh Ze, kalau kamu nggak mau dianggap anak aneh mending kamu ikut aku aja! Dari pada ama mereka, si trio kuper!” cerocos Nadine memotong
‘dasar nenek sihir! Kamu nggak nyadar apa kalau dia itu ngeri ama kamu’ ujar Ally dalam hati, teman Nadine. Sama dengan Mei dia ingin populer, sebenarnya dia nggak suka ama Nadine karena Nadine lebih populer darinya.
Ze yang merasa ngeri dengan tatapan Nadine and the gank mulai tambah risih, dia pun berkata,”Maaf, Klasikafela, aku rasa, aku sudah menemukan teman yang cocok, aku nggak peduli mereka anak kuper, tapi aku rasa mereka tak pernah punya niat buruk sama aku”
“Oh… gitu!”, Nadine merasa kalau Kiki dan kawan-kawan nya mempengaruhi Ze. Dia pun melempar tas kepada Isti, anak pembantunya yang sering Nadine suruh-suruh yang aneh-aneh, dan keluar kelas di ikuti Ally dan Mei-mei. Isti meletakan tas mereka dan duduk di bangkunya, Namun panggilan keras dari Nadine membuat ia keluar dan mengejar Nona mudanya itu.
“Nadine, seorang anak kolong merat di jakarta, papinya indo Jerman, dan mau nggak mau dia bisa dibilang menarik dan cantik!”, jelasku.
”Namun, sifatnya tidak sebaik kelebihannya, waktu MOS dia memang menyadari kalau dia banyak diperhatikan banyak kakak kelas cowok, dan mulai menarik perhatian dalam arti genit, bahkan ia nekat nembak ketua eskul basket padahal mereka baru kedua kalinya bertemu! Dan ketua eskul basket itu udah punya pacar!”, Ami melanjutkan penjelasanku.
“Diterimakah?”, tanya Ze.
“Dan tentu saja di terima, dia jadi populer dalam sekejap, hal itu membuat dia merasa jadi ratu dan semaunya sendiri, ia hanya mau bergaul dengan anak-anak orang kaya, seperti Mei dan Ally. Faktanya Mei dan Ally ternyata ingin populer seperti Nadine, dan Isti hanya boneka bagi Nadine, dan kabar miringnya pacar ketua eskul tersebut bunuh diri dia dari sekolah lain sih! Aneh kita kan masih kecil kenapa harus pacaran?”, Andra menjelaskan dengan gaya seorang penyebar gosip.
“Sudahlah jangan dibahas lagi! Udah mulai rame, kita di kelas aja, dan buat kamu Ze mending siap-siap menghadapi eforia kehidupan di sakolah kami”, kataku menyelesaikan pembicaraan ini.
--------000--------
Bel berbunyi, anak-anak masuk dengan enggan. Pak Agus masuk kelas dengan tatapan tajamnya yang khas. Kelas sunyi seketika, pak Agus meletakan tasnya dan matanya menjelajahi seluruh kelas, tatapanya berhenti di salah satu anak, bernama Fariz.
“Fariz, definisikan apa itu himpunan?” tanya pak Agus
“Mm…m… i…itu…anu……”, Fariz hanya berkata itu, keringatnya bermunculan sebesar biji jagung.
Seperti biasa, Andra, aku, dan Ami mengangkat tangan. Isti sepertinya akan mengangkat tangan, tetapi dia takut pada Nadine. Sesuai peraturan Nadine Isti nggak pernah boleh mengungguli dirinya. Tapi sepertinya ada tangan yang menjulur lagi! Mei-mei ternyata, semua mata tertuju padanya termasuk kami bertiga eh… kaya’nya nggak semua ding, Ze, maklum lah kawan! Dia baru.
“Mei, coba definisikan?!”, perintah pak Agus.
“kumpulan dari suatu objek yang mempunyai ciri yang jelas”, jawab Mei-mei, kulihat ekspresi wajahnya berubah saat melihat tatapan maut Nadine.
“Bagus Mei-mei, saya akan mengabsen kalian semua”, ucap pak Agus.
Setelah dia mengabsen kami semua, pak Agus bertanya siapa yang merasa namanya belum tersebut, berbeda dari biasanya ada yang mengacungkan tangannya.
“Sebentar, anak-anak kabarnya kelas 7-D ini akan kedatangan murid baru dari Australia! Namanya Reza Hari Saputra! Apa dia suda hada diantara kalian?”
“helloo,,, pak! Disini memang ada murid baru tapi namanya nggak jawa kaya’ getto! Namanya Ze!”, Ucap Nadine tanpa sopan sedikitpun.
Aku menatap Ze, dia tetap mengangkat tangannya.
“Apa kamu Reza Hari Saputra? Jika iya silahkan maju ke depan, perkenalkan dirimu ”, perintah pak Agus.
Reza segera maju dan memperkenalkan dirinya.
“Halo teman-teman, nama saya Reza Hari Saputra bisa di panggil Ze atau Reza, tetapi ketika saya di Melbourne biasa di panggil Ze, saya lahir di Bogor namun tinggal di Melbourne, Australia sejak umur 3 tahun, hobi main basket dan batagor always,” Ze ataupun Reza mengenalkan dirinya.
“wah… wah…, saya kira kepribadian mu sudah tercampur dengan Melbourne! Ternyata masih Bogor! Saya suka macam gini, eh… tapi kayaknya saya sering lihat kamu ya, kamu di Indonesia kan barusan! Siapa ya kira-kira???”, pak Agus bertanya-tanya,” Ah… sudahlah, saya memang mudah pikun, kita lanjutkan anak-anak materinya.”
Hati kecilku merasakan kalau aku sudah kenal lama dengan Ze, tapi nggak mungkin lah! Orang baru kenalan . Tidak lama kemudian bel berbunyi, pelajaran matematika memang seru tetapi kelamaan, MENGHABISKAN 4 JAM SENDIRI!!!!!!!!!!!!!!! Bayangkan. Nggak heran deh aku, kalau Andra rajin masuk pagi.
--------000--------
Label: Novel 1